Kehidupan Kupu-kupu Bantimurung

Entah seperti apa suasana di Taman Wisata Alam Bantimurung, Kabuaten Maros, Sulawesi Selatan, saat Alfred Russel Wallace (1823-1913) berkunjung ke sana. Naturalis asal Ingris itu menyebut kawasan yang kini masuk dalam Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung itu sebagai The Kingdom of Butterfly.

Wallace sungguh beruntung karena bisa menyaksikan keelokan ratusan jenis kupu-kupu langsung di alam bebas. Saat ini, beberapa jenis kupu-kupu sangat sulit ditemui di kerajaan kupu-kupu itu, karena populasinya menurun. Di sana ada empat jenis kupu-kupu yang dilindungi yaitu Troides hypolitus, Troides helena, Troides halipron, dan Chetosia myrina. Serangga cantik itu mengalami tekanan hebat akibat perburuan liar.

Keindahan warna dan motif pada sayap kupu-kupu, menjadikannya memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. Keindahan yang menggoda manusia untuk selalu dekat dengannya, meskipun dalam keadaan mati, dan disimpan dalam bingkai-bingkai pigura.

Di balik keindahan itu, ternyata tersimpan tahapan perjuangan hidup yang begitu keras. Kupu-kupu itu harus melalui seleksi alam, mulai dari perjuangan ke luar dari kepompong hingga menyelamatkan diri dari pemangsa. Seleksi alam itu dijumpai saat berkunjung ke penangkaran kupu-kupu Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.

Kupu-kupu dari jenis Troides helena sedang berjuang keluar dari kepompongnya. Kepala kupu-kupu suda ke luar dari kepompong tetapi tubuhnya masih terbungkus kepompong. Kupu-kupu muda itu mengalami kelainan pada bagian tubuhnya sehingga sulit keluar dari kepompongnya. Semakin lama ia berjuang, semakin parah kondisinya karena semut sudah berdatangan mengeremuninya.
Sementara itu, di antara ranting-ranting tumbuhan bunga asoka, Troides hypholitus sedang berjuang membebaskan diri dari jebakan jaring laba-laba. Kupu-kupu itu berusaha mengepak-ngepakan sayapnya tetapi justru semakin lengket dengan jalinan jaring laba-laba. Dari arah atas jaring, di bawah teduhan kembang seribu, seekor laba-laba medekati mangsanya yang sudah tak berdaya.

Laba-laba itu merayap di atas tubuh kupu-kupu berwarna dominan abu-abu dengan kombinasi kuning di sayap bagian dalam itu. Keindahan kupu-kupu itu perlahan-lahan pudar di balik lilitan benang putih si laba-laba.
Drama kehidupan kupu-kupu itu kontras dengan keindahan kupu-kupu yang berhasil selamat. Sekelompok kupu-kupu Troides halipron terbang bebas menari-nari mengerumuni bunga asoka, dan kembang seribu. Kupu-kupu itu begitu manis, semanis madu yang mereka hisap dari kuntum-kuntum bunga.
Drama kehidupan kupu-kupu itu belum berakhir karena ancaman mereka yang terbesar yaitu perburuan liar masih terus berlangsung. Mereka di buru untuk dijadikan hiasan, pemanis ruang-ruang tempat tinggal. Untuk mengurangi penurunan populasi kupu-kupu akibat perburuan liar itu, Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, mengajak masyarakat untuk menangkarkan kupu-kupu.

Hasil penangkaran itu yang nantinya bisa dijadikan hiasan sehingga tidak lagi mengganggu kehidupan kupu-kupu di alam bebas. Langkah untuk melindungi sekitar 147 jenis kupu-kupu di TN Bantimurung Bulusaraung itu, bukan tidak mungkin akan mengembalikan kawasan itu menjadi Kerajaan Kupu-kupu.

0 komentar:

Posting Komentar